Sabtu, 23 April 2016

[Diary] - Curhatan Kecil Tentangmu, Malaikat Mimpiku


Apa lagi yang bisa ku lakukan ketika merindukanmu, selain membaca ulang percakapan-percakapan kita yang pernah terjadi dahulu. Percakapan-percakapan yang selalu lepas dari kontrolku itu merekam jejak hubungan kita selama ini. Ketika ku baca kembali saban hari, kisah itu sendiri yang menyimpulkannya, bahwa cinta ini datang terlambat.
Tetapi kau harus tahu, bahwa selamanya kau selalu istimewa. Terlepas ketika cinta itu belum datang, terlebih setelah cinta itu datang. Aku senang bisa mengenalmu. Tuhan telah menyisipkan perasaan khusus untukmu sejak pertama kali kau menampakkan diri di duniaku. Tetapi entah mengapa waktu itu aku mengabaikanmu, sungguh, aku tidak menyadarinya. Itulah mengapa aku mengatakan, percakapan itu adalah jejak rahasiamu, yang kemudian terungkap setelah cinta yang datang terlambat ini.
Aku ingin mengulanginya lagi, aku tidak pernah bermaksud mengabaikanmu! Itu salah. Aku memang salah karena tidak membiarkan cinta itu tumbuh ketika pertama kali ia bertunas. Tetapi aku tidak pernah salah juga, hanya saja kesalahanku adalah tergiur oleh tawaranmu pertama kali, bahwa kau datang untuk menjadi temanku. Aku suka kalimat itu, ketika kau mengatakan bahwa kau ingin berteman denganku. Itulah mengapa, cinta ini datang terlambat.
Jadi aku ingin menegaskan satu hal di sini, bahwa kaulah yang sebenarnya salah. Dan satu kesalahan fatalmu adalah meninggalkanku. Kau mengambil kembali sesuatu berharga yang kau tawarkan kepadaku. Itulah mengapa cinta ini datang terlambat.
Kau tahu, dulu, butuh waktu lama untuk aku bertanya-tanya ketika kau mengatakan, “butuh momen untuk menghubungiku”. Sekarang ku temukan jawabannya, bukan dari deretan ribuan buku di perpustakaan, atau pun bisikan gaib yang terhembus dari langit, melainkan melalui perasaan ini, perasaan yang aku rasakan sekarang ini. Entah apa namanya, aku buta kata untuk bisa mengungkapkannya. Tetapi sangat jelas aku merasakannya, seperti yang kamu katakan,”butuh momen untuk menghubungiku”. Dan sekarang, kalimat itu ku kembalikan kepadamu, tetapi maaf jika aku merombaknya sedikit, maafkan aku. Tetapi inilah yang benar-benar terjadi, “butuh momen untuk menghubungimu.”
Kala inilah aku mengutuk takdir, mengapa karma ini datang terlalu cepat. Karma ini terasa seperti jiplakan masa lalu. Karma ini terlalu menyudutkanku. Mengapa ia tak datang nanti saja, saat aku hidup menjadi reinkarnasi di tubuh orang lain. Dengan begitu, aku tidak akan pernah merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan olehmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar