Apa lagi yang bisa ku
lakukan ketika merindukanmu, selain membaca ulang percakapan-percakapan kita
yang pernah terjadi dahulu. Percakapan-percakapan yang selalu lepas dari
kontrolku itu merekam jejak hubungan kita selama ini. Ketika ku baca kembali
saban hari, kisah itu sendiri yang menyimpulkannya, bahwa cinta ini datang
terlambat.
Tetapi kau harus tahu,
bahwa selamanya kau selalu istimewa. Terlepas ketika cinta itu belum datang,
terlebih setelah cinta itu datang. Aku senang bisa mengenalmu. Tuhan telah
menyisipkan perasaan khusus untukmu sejak pertama kali kau menampakkan diri di
duniaku. Tetapi entah mengapa waktu itu aku mengabaikanmu, sungguh, aku tidak
menyadarinya. Itulah mengapa aku mengatakan, percakapan itu adalah jejak
rahasiamu, yang kemudian terungkap setelah cinta yang datang terlambat ini.
Aku ingin mengulanginya
lagi, aku tidak pernah bermaksud mengabaikanmu! Itu salah. Aku memang salah
karena tidak membiarkan cinta itu tumbuh ketika pertama kali ia bertunas. Tetapi
aku tidak pernah salah juga, hanya saja kesalahanku adalah tergiur oleh tawaranmu
pertama kali, bahwa kau datang untuk menjadi temanku. Aku suka kalimat itu,
ketika kau mengatakan bahwa kau ingin berteman denganku. Itulah mengapa, cinta
ini datang terlambat.
Jadi aku ingin
menegaskan satu hal di sini, bahwa kaulah yang sebenarnya salah. Dan satu
kesalahan fatalmu adalah meninggalkanku. Kau mengambil kembali sesuatu berharga
yang kau tawarkan kepadaku. Itulah mengapa cinta ini datang terlambat.
Kau tahu, dulu, butuh
waktu lama untuk aku bertanya-tanya ketika kau mengatakan, “butuh momen untuk
menghubungiku”. Sekarang ku temukan jawabannya, bukan dari deretan ribuan buku
di perpustakaan, atau pun bisikan gaib yang terhembus dari langit, melainkan
melalui perasaan ini, perasaan yang aku rasakan sekarang ini. Entah apa
namanya, aku buta kata untuk bisa mengungkapkannya. Tetapi sangat jelas aku
merasakannya, seperti yang kamu katakan,”butuh momen untuk menghubungiku”. Dan
sekarang, kalimat itu ku kembalikan kepadamu, tetapi maaf jika aku merombaknya
sedikit, maafkan aku. Tetapi inilah yang benar-benar terjadi, “butuh momen
untuk menghubungimu.”
Kala inilah aku
mengutuk takdir, mengapa karma ini datang terlalu cepat. Karma ini terasa
seperti jiplakan masa lalu. Karma ini terlalu menyudutkanku. Mengapa ia tak
datang nanti saja, saat aku hidup menjadi reinkarnasi di tubuh orang lain.
Dengan begitu, aku tidak akan pernah merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan
olehmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar