Sabtu, 23 April 2016

[Diary] - Mimpi Indah "Semalam"


Senin, 18 April 2016 – Tengah Malam –


 











Tengah malam dalam ingatan
Kakak datang bertandang
Membawa sepucuk kata dan segenggam kekuatan
Tentang pesan
Tentang harapan dari langit
Ia tersenyum, memandang penuh cerita
Menghapus bayangan maut di balik takdir
Untukku
Hanya untukku

Hal yang paling menyedihkan adalah ketika aku terbangun dari tidur setelah memimpikanmu, kakak. Seperti malam ini.
Malam ini, entah pukul berapa, aku bermimpi tentangmu. Mimpi malam ini sangat berbeda dari biasanya. Malam ini untuk pertama kalinya kau bercakap dan memegang tanganku dari sekian kalinya kita bertemu dalam mimpi. Rasanya sangat nyata, sungguh nyata! Tetapi ketika aku terbangun kembali, ternyata semua itu hanya mimpi. Nyatanya hanya aku yang berbaring di sini, melanjutkan tangis yang kubawa dari mimpi itu.
Tetapi bagiku, ini mimpi indah. Ku harap akan terus terjadi, karena hanya dalam mimpi kita bisa mengulang cerita, hanya melalui mimpi kita dapat berjumpa.
Rasanya begitu nyata kakak. Bahkan dalam mimpi pun aku tak percaya karena suasana kehadiranmu begitu asing kurasakan. Tetapi rasanya sungguh nyata! Kau ada di sini di antara kami, terbangun di seperempat malam untuk mendirikan salat tahajjud. Kau tersenyum sambil menautkan jari-jari tanganmu di jari-jari tanganku, dan hari itu adalah hari wisudaku.
Tetapi perihal kematianmu tak pernah menjauh dari ingatanku, meskipun itu dalam mimpi. Dalam kesedihan yang mengundang air mata serta kekhawatiran yang membalut, dalam mimpi itu, aku bahkan bertanya,
“Kakak, apa kau benar-benar hidup kembali?”
“Apa kau sudah sembuh?”
Kau menjawab dengan bijaksana,
          “Semua itu biar Allah yang menentukan. Jangan terlalu difikirkan.” Itu yang kau katakan.
          Kemudian aku menatapmu yang melangkah, sembari menyimpan kesedihan dalam hati, khawatir kalau-kalau kau akan pergi lagi. Sudah. Selesai. Karena setelah itu aku pun terbangun dari tidur. Kehidupan indah itu buyar begitu saja, menyisakan tangis tengah malamku.
          Aku merenungkan makna perkataanmu yang pertama kali kudengar sejak kematianmu itu, mungkin melalui mimpi ini kau ingin berpesan agar aku tidak usah khawatir lagi. Bagaimana mungkin aku tidak khawatir kakak, banyak hal yang belum membaik, sementara aku belum memiliki apa-apa dan belum mampu meneruskan mimpimu untuk membahagiakan Ayah dan Ibu, bahkan mengurangi peluh yang menetes di dahi mereka pun aku belum bisa. Mereka masih berkerja lelah seperti biasa kakak, dan itu membuat hatiku pilu.
          Terima kasih kakak untuk mimpi indah malam ini. Sering-sering lah datang untuk menasihatiku, untuk tersenyum kepadaku dan memegang tanganku. Dengan begitu, aku tidak akan merasa sendiri. Kau tahu kakak, sepeninggalmu, dunia semakin keras.
          Aku menunggumu untuk datang kembali di kesempatan berikutnya. Aku menunggumu untuk hidup kembali.
                                                                   Tertanda,
                                                                   Aku, adikmu.