Selasa, 13 Oktober 2015

Bukan Cek, Bukan Juga Giro, Hanya Selembar Tulisan


Hei Alien,
Tadi, ada selembar naskah novelku hilang. Coba bayangkan, bagaimana gelagapannya aku? Seperti orang yang kehilangan uang sekoper :| Sumpah, aku nggak buat-buat, aku takut banget selembar tulisan itu nggak ketemu. Sampai akhirnya ketemu sih, setelah aku mengobrak-abrik isi meja. Uuu senangnya, leganya :)
Aku baru sadar, ternyata naskahku telah menjadi salah satu bagian yang paling penting buatku. Bukannya apa-apa, tapi aku malas aja kalau harus nulis ulang, karena kan yang sudah aku tulis di awal sudah aku anggap fix. Jadi, kayak repot aja kalau harus mulai nulis lagi. Karena biasanya, tulisan yang diulang itu berbeda dengan hasil awal. Tulisan baru tidak akan menemukan ruhnya, jadi kayak beda, hilang rasanya gitu.
Oya, by the way, sekarang aku lagi nulis naskah novel kedua. Rencananya, naskah kedua ini berjudul KEY. Kemarin naskah pertama sudah aku kirim ke Redaksi Gagas Media, pada tanggal 08 Oktober 2015. Tapi sampai sekarang, belum ada kabar apa pun. Aku nggak tau ya, apakah karena naskahnya belum dikirim oleh pihak pos, atau belum sampai di tujuan, ataukah belum dibaca oleh pihak redaksi. Tapi yang jelas, aku berharap banget supaya naskahku itu berhasil menarik hati pihak redaksi, sehingga bisa diterbitkan. Aku berharap bangeet, please Tuhan…
Alien, do’ain ya, semoga mimpiku menjadi penulis kesampean…..
Dan nanti kalau novelku terbit, ikut baca juga ya (baca: kalian beli juga ya haha) :)
Salam aksara :*

Sabtu, 10 Oktober 2015

Mimpi


MIMPI

Hai Alien....
Aku punya mimpi, kalau kamu?
Mimpi sama cita-cita itu beda lho. Ketika kamu punya mimpi, sudah pasti kamu mencita-citakan mimpi kamu itu. Tapi kalau kamu memiliki cita-cita, belum tentu cita-cita itu mimpi kamu. Contohnya kayak aku, waktu kecil aku bercita-cita menjadi guru. Tapi seiring berjalannya waktu, aku mulai mengenali diriku, mengenali segala kelebihan dan kekurangan yang aku miliki. Karenanya setelah besar, cita-citaku mulai bergeser. Waktu kecil juga aku mulai suka menulis. Tapi karena alur pemikiran yang masih sempit, aku belum sempat terfikir untuk menjadi penulis. Dan ketika besar, ketika sudah mulai mengenal banyak profesi, aku mulai bermimpi untuk menjadi penulis. Singkatnya, mimpi itu tidak pernah bergeser, selalu tinggal dalam hati kita sejak dia ada di sana. Sedangkan cita-cita, dia bisa saja luntur karena dia tidak menancap kuat di hati kita.
Ini bukan sekedar masalah profesi, mimpi ini membunuhku. Aku lelah, tapi aku sangat menikmatinya. Mimpi itu seperti nafas hidup, dia ada bersama saraf tidak sadar kita. Seperti oksigen, aku bisa mati jika mimpiku hilang walau sebentar saja. Butuh bukti? Sudah berkali-kali aku membuktikannya sampai bosan, mimpi itu seperti ruh dalam tubuhku. Memang aku tidak akan langsung mati jika mimpiku pergi, tapi aku akan kehilangan semangat hidupku sehingga aku bisa mati perlahan-lahan. Seperti itulah mimpi bagiku, dia seperti tubuh keduaku, atau sukmaku, atau apalah namanya. Yang jelas, dia menyebar dalam diriku, mencekikku, dan terus berbisik padaku. Aku lelah, sangat lelah. Tapi aku suka, karena dia tidak pernah memojokkanku, dia selalu mendukungku apa pun kekuranganku.